Dalam QS. an-Nisa ayat 44 ini, Allah memberi tahu kepada kita (muslim) tentang sikap para ahli al-Kitab (Taurat) khususnya para pemeluk Yahudi. Allah telah menunjukkan bahwa mereka sesat, namun mereka tidak lantas bertaubat, bahkan merasa kesesatannya itu adalah kebenaran yang dianut.
Menurut Ustadz Prof. Dr. H. Roem Rowi, Wa yuriiduuna antadzillus sabiil, “Mereka bermaksud supaya kamu tersesat (menyimpang) dari jalan (yang benar).” Ayat ini merupakan celaan kepada mereka yang telah diberikan al kitab, namun mereka meletakkan kitab tersebut di belakang punggung mereka, mereka lebih memilih kesesatan daripada petunjuk, memilih kekafiran daripada keimanan dan memilih kesengsaraan daripada kebahagiaan. Di dalamnya terdapat peringatan bagi kaum mukmin agar tidak terpedaya oleh mereka dan tidak terjatuh seperti mereka. Ayat ini memberitahu kepada kita bahwa mereka berbondong-bondong mengajak kita untuk mengikuti jalannya, jalan yang sesat. Mereka merasa senang jika kita mendurhakai Allah dan mengikuti apa yang mereka anut.
Baca juga: Keutamaan Ibadah di Zaman Penuh Fitnah
Bahwasanya, dahulu Taurat adalah kitab yang isinya kewajiban beriman kepada Allah, kemudian isinya diganti oleh orang kafir dengan maksud agar kita umat muslim juga mengimani apa yag mereka imani seperti yang tercantum dalam Taurat yang sudah diganti isinya. Mereka menginginkan umat muslim sesat, sama seperti apa yang mereka lakukan.
Ustadz Prof. Dr. H. Roem Rowi juga menjelaskan bahwa historisitas ayat ini adalah, dahulu Abu Sufyan seorang panglima besar kaum Quraisy dalam beberapa kali pertempuran melawan pasukan Islam. Pertempuran tersebut di antaranya adalah di perang Badar, perang Uhud bahkan di perang Khandaq. Suatu hari Abu Sufyan mendatangi tokoh Yahudi Madinah bernama Ka’b bin al-Asyraf. Kedatangan Abu Sufyan membawa maksud ingin menanyakan tentang agama yang dibawa Rasulullah. Abu Sufyaan bertanya kepada Ka’b bin al-Asyraf : “Saya mau bertanya kepadamu dengan nama Allah, apakah agama kami yang lebih dicintai Allah ataukah agama Muhammad dan para shahabatnya ? Siapakah diantara kami yang lebih dekat ke hidayah dan yang lebih mendekati kebenaran?” Ka’b menjawab : “Jelaskan pada kami dulu, bagaimana agamamu dan agama nenek moyangmu itu?”
Lalu Abu Sufyan berkata: “Kami setiap tahun menjamu tamu-tamu Allah yang berhaji. Kami pun menyediakan air minum kepada mereka. Kami juga menghormati tamu-tamu kami dan kami pula juga membangun Baitullah. Sementara Muhammad dengan agamanya itu telah meninggalkan agama nenek moyangnya dan memutus hubungan dengan kami.”
Dari jawaban Abu Sufyan itu, Ka’b bin al-Asyraf menjawab: “Tentu agamamu yang jauh lebih baik dari agamanya Muhammad. Dan demi Allah, jalanmu lebih benar daripada Muhammad.” Padahal Ka’b bin al-Asyraf adalah seorang penghasut ulung. Inilah ashbabun nuzul diturunkannya QS. an-Nisa ayat 44 tentang bagaimana kaum kuffar menyesatkan tentang apa yang ada dalam kitab Allah. Wallahu a’lam bishowab.(nis)