Oleh: Ustad Muhammad SholehDrehem, Lc.
(Ketua IKADI JatimdanNarasumbertetap
Program TazkiyatunNafs di Radio Suara Muslim Surabaya, FM 93.8)
Hidup Ini seperti uang koin yang memiliki dua sisi. Begitupula hidup memiliki dua kemungkinan, bisa jadi sukses, bisa juga jadi gagal. Ada masa sehat, ada juga masa sakit. Terkadang bahagia, tetapi juga jangan lupa bahwa masa sedih akan melanda. Allah tidak menutup kemungkinan akan memberi ujian secara bertubi-tubi. Oleh karenanya sebagai hamba Allah, kita harus senantiasa bersabar atas segala ujian dari-Nya. Kita tidak perlu risau atas segala ujian yang datang, karena Allah tahu betul kapasitas dan kemampuan hamba-Nya. Jika Allah memberi ujian berat di luar kemampuan kita, maka Allah zalim kepada kita, sedangkan Allah mustahil berlaku zalim.
Namun tidak jarang ketika ujian datang, kita merasa bahwa Allah kurang adil dan zalim. Padahal ujian yang diberikan sudah disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan. Misalkan mereka berkapasitas 100kg kemudian diberi ujian 20kg, manusia akan merasa bahwa ujian yang diberikan sebesar 120kg. Mereka tidak siap menjalani ujian tersebut. Seperti seorang anak yang terbiasa dimanja, perpenuhi segala kebutuhan dan keinginnya, sehingga ia berada dalam zona nyaman yang tak pernah menghadapi tantangan kesulitan. Jika ada masalah sedikit sedikit, ia merengek dan menangis minta dihasihani. Seperti halnya kita yang terkadang tidak siap menjalani ujian, padahal itulah cara Allah mendewasakan kita.
Hidup semakin lama akan semakin bertambah tantangannya. Seperti seorang manusia yang lahir ke dunia, dia akan belajar merangkak, berjalan hingga mampu berlari. Masing-masing fase tersebut membawa tantangan yang beratnya semakin bertambah seiring waktu. Zaman yang semakin berubah juga membawa tantangannya yang banyak, kompleks dan rumit. Sebagai hamba Allah, kita sudah diberi cara untuk menghadapi tantangan sehebat dan serumit apapun. Yaitu, tawakal, sabar, dan menjaga hubungan dengan Allah dengan cara perkuat iman dan ibadah. Kita tidak perlu khawatir tertindas zaman jika hati kita terpaut dengan Allah.
Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; Ibadah dalam zaman harju seperti hijrah kepadaku (HR Muslim dan Ibnu Majah).
Makna al harju adalah fitnah dan samarnya urusan-urusan manusia. Ibadah di zaman itu memiliki keutamaan yang banyak karena rata-rata manusia lalai dari urusan ibadah dan sibuk dengan urusan yang lain. Hanya sedikit saja yang benar-benar mengisi waktunya dengan ibadah.Urusan manusia bisa jadi urusan-urusan yang kita temui setiap hari. Beradu argumen dengan tetangga, kesalahpahaman dengan saudara, diuji dengan keluarga yang sakit dan masalah-masalah lainnya. Ketika menghadapi benturan-benturan seperti itu hendaknya kita meminta pertolongan dan solusi hanya kepada Allah. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat masalahnya. Itulah cara Allah menunjukkan cinta kepada kita. Allah senang melihat hamba-Nya menengadahkan tangan dan berdoa hanya kepada-Nya. Dan subhanallah, ketika kita menjaga komunikasi yang intens dengan Allah, Dia akan memberi solusi atas segala masalah yang kita hadapi, sering kali lewat jalan yang tak terduga.
Baca juga: Yakin Rezekimu Halal?
Cerita tentang ibu tiga anak ini Insya Allah akan semakin membuat Anda mantap mendekatkan diri kepada Allah ketika banyak ujian yang menghampiri. Perempuan asal Surabaya itu memiliki tiga anak, yang ketiganya memiliki permasalahan yang berbeda-beda. Anak pertamanya perempuan yang belum menikah hingga berusia 40 tahun lebih. Anak kedua merantau ke Jakarta sehingga meninggalkan ibu dan saudara-saudaranya. Anak ketiga terjerat narkoba.
Jika kita melihat dari kacamata yang lemah iman, tentunya permasalahan dari ibu tersebut sangat berat. Mengingat di usia senja, ia harus merawat anaknya yang terjerat narkoba dan suka mabuk-mabukan. Anak perempuannya yang sering menjadi bahan omongan tetangga karena statusnya yang masih singledi usia yang sudah lewat tua untuk menikah. Belum lagi, beban pikiran siapa yang merawat dirinya di hari tuanya.
Namun, inilah kuasa Allah. Ibu tersebut tetap setia berdoa agar anak-anaknya memperoleh hidayah. Di tengah permasalahan itu, ia tetap rajin menghadiri majelis taklim. Ia tetap memilih menahan diri untuk tidak menceritakan persoalan yang dihadapinya kepada orang lain, meskipun orang lain sudah tahu problem yang ia alami. Ia tidak pernah curhat kepada siapapun selain Allah.
Karena sejatinya, ketika kita ingin penyelesaian hidup dengan beribadah maka Allah akan memudahkan penyelesaiannya. Seperti cerita ibu tersebut, yang tidak henti-hentinya berdoa. Setiap malam ia menyediakan air di dalam baskom. Kemudian air tersebut diusapkan ke wajah anak terakhirnya yang pulang malam dalam keadaan mabuk, sembari berdoa; “Allah, jadikanlah anakku ini anak yang saleh.” Begitulah yang ia lakukan setiap malam.
Hingga suatu malam Allah memanggilnya. Dengan mata kepalanya sendiri, si anak yang gemar mabuk-mabukan itu menyaksikan ketika ibunya tengah sakratul maut. Itulah yang menjadi jalan hidayah-Nya, ia pun bertaubat meninggalkan kebiasaan lamanya.
Sungguh, jika kita menjaga hati untuk tetap istikamah dalam berprasangka baik kepada-Nya, sabar dan ikhlas atas segala problematika hidup, dan selalu berdoa untuk semua kebaikan, bukan hal yang sulit bagi Allah untuk menurunkan pertolongan. Seperti doa sang ibu yang tak pernah putus, yang membuka jalan hidayah kepada anaknya.