Meski Indonesia mayoritas penduduknya muslim, dan merupakan negara muslim terbesar di dunia, ternyata masih banyak umat Islam di negeri ini yang belum memahami dan menjalankan hukum waris dengan benar.
Di negera kita, kebudayaan dan kebiasaan masyarakat dalam membagi warisan lebih dipilih sebagai pedoman secara turun temurun. Padahal, hukum waris merupakan salah satu ciri khas agama ini, justru banyak ditinggalkan oleh pemeluk agama Islam sendiri.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa, ilmu waris itu akan dilupakan orang, dan termasuk yang pertama kali akan dicabut dari umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau bersabda, “Pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah. Karena dia setengah dari ilmu dan dilupakan orang. Dan dia adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku.” (HR. Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim)
Dikutip dari rumahfiqih.com, berikut ini merupakan kekeliruan dalam memandang hukum waris di dalam syariat Islam.
Baca juga: Perkara Ini Membuat Doa Kita Mustahil Terkabul
Bagi Waris Berdasarkan Kesepakatan
Salah satu kesalahan dalam pembagian harta waris adalah pembagian berdasarkan kesepakatan dengan sesama ahli waris, tanpa mengindahkan ketentuan yang ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang telah ditetapkan menjadi syariah Islam. Alasan yang biasanya digunakan adalah asalkan para pihak sama-sama ridha dan tidak menuntut apa-apa. Sehingga dianggap sudah tidak perlu lagi dibagi berdasarkan ketentuan syariah.
Dalam hal ini ada ancaman yang serius dari Allah subhanahu wa ta’ala bagi keluarga yang tidak menggunakan hukum mawaris dalam pembagian harta peninggalan almarhum. Allah berfirman, “Dan siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya (hukum waris), niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”(QS. An-Nisa’ : 14)
Di ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala telah menyebutkan bahwa membagi warisan adalah bagian dari hudud, yaitu sebuah ketetapan yang bila dilanggar akan melahirkan dosa besar. Bahkan di akhirat nanti akan diancam dengan siksa api neraka.
Menyamakan Bagian Anak Laki-laki dan Perempuan
Menyamakan bagian antara anak laki-laki dengan bagian buat anak perempuan adalah masalah yang klasik dan paling sering terjadi di tengah masyarakat. Di dalam Islam, ketentuan bahwa bagian untuk anak perempuan itu separuh dari bagian anak laki-laki seringkali dilanggar. Masyarakat mengira dibagi merata, akan lebih adil.
Allah berfirman, “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. (QS. An-Nisa’ : 11)
Allah menentukan bahwa bagian anak laki-laki setara dengan dua anak perempuan, ini karena kodrat laki-laki diciptakan sebagai pemimpin untuk kaum hawa. Laki-laki berkewajiban memimpin, menjaga dan menafkahi kaum wanita. Dengan demikian, ysriat ini memenuhi unsur keadilan yang tidak perlu dikhawatirkan.
Membagi Waris Ketika Masih Hidup
Sudah banyak terjadi di sekitar kita, para ahli waris sudah meributkan harta waris untuk dibagi-bagi, sementara orangtua sebagai pemilik harta masih hidup. Bahkan, kadang kala yang meributkannya justru sang pemilik harta itu sendiri.
Padahal secara syariah, tidak ada pembagian harta warisan selama pemilik harta itu masih hidup. Sebab salah satu syarat dalam pembagian waris adalah meninggalnya pemilik harta. Jika, pemilik hartanya masih hidup, maka tidak ada urusan dengan pembagian waris. Yang bisa dilakukan hanyalah hibah, bukan pembagian waris.
Kesalahan ini, membuat si pemilik harta sudah membagi-bagi harta waris kepada calon ahli warisnya sementara ia masih hidup. Bahkan yang lebih fatal lagi, dimunculkan ahli waris baru yang ditambahkan, padahal dalam syariatnya tidak ada.
Baca juga: Bagaimana Hukum Menyingkat Tulisan Shalawat?
Harta Almarhum Dikuasai Istri
Kesalahan lain dalam hal waris adalah ketika suami meninggal dunia, istrinya otomatis menjadi penguasa tunggal atas harta milik suaminya itu. Apalagi bila anak-anak masih kecil-kecil, boleh dibilang harta suami sudah pasti jadi milik istri seluruhnya.
Padahal hak istri atas harta suaminya hanya 1/8 atau ¼ saja. Bila suami punya anak misalnya, maka istri hanya berhak mendapat 1/8 dari total harta milik suaminya. Sisanya yang 7/8 bagian menjadi hak anak-anaknya yang kini sudah menjadi anak yatim.
Allah berfirman, “Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu.” (QS. An-Nisa’ : 12)
Demikian juga yang terjadi bila istri yang meninggal dunia, maka suami seolah-olah menjadi pewaris tunggal, dan mengangkat diri dirinya sebagai satu-satunya orang yang berhak atas seluruh harta peninggalan istrinya. Maka dia merasa bebas untuk menikah lagi dan memberikan seluruh harta milik almarhumah istrinya kepada istri barunya.
Padahal seharusnya, suami hanya mendapat 1/4 bagian saja dari harta istrinya. Bagian lainnya yang 3/4 bukan miliknya tetapi milik ahli waris yang lain.
Demikianlah uraian mengenai kesalahan dalam menjalankan hukum waris. Sesungguhnya setiap syariat yang ditetapkan oleh Allah tentu mengandung balasan jika tidak melakukannya.(ipw)