Kepergian Rasulullah menjadi duka mendalam bagi seluruh umat Islam. Tak terkecuali untuk Abu Dzar Al Ghifari. Beliau tinggalkan 7 wasiat khusus untuk sahabat tercintanya, Abu Dzar Al Ghifari.
Abu Dzar Al Ghifari adalah salah satu sahabat yang disayangi oleh Rasulullah. Ia berasal dari Suku Ghifar. Ia memiliki sifat yang pemberani yang sangat dipuji Rasulullah ketika ia berhadapan untuk menegakkan kebenaran. Oleh karenanya, Rasulullah menitipkan wasiatnya.
Wasiat tersebut tercantum dalam Hadits Riwayat Ath Thabrani, dari Abu Dzar Al Ghifari. Beliau berkata,
“Kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: Pertama, supaya aku mencintai orang- orang miskin dan dekat dengan mereka; Kedua, beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku; Ketiga, beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahimku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku; Keempat, aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan ‘Laa hawla wa laa quwwata illa billah’ (Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah); Kelima, aku diperintahkan untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit; Keenam, beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah; dan Ketujuh, beliau melarang aku agar tidak meminta-minta sesuatu apapun kepada manusia.”
Baca juga: Muslim yang Bijak Selalu Bertabayyun
Sementara itu KH. Abdullah Gymnastiar atau yang kerap disapa Aa’ Gym menjelaskan wasiat tersebut sebagai berikut :
1. Derajat di sisi Allah adalah Ketaqwaan.
Kita sering melihat orang miskin dengan pandangan sebelah mata seakan mereka orang yang berderajat rendah, padahal dalam pandangan Allah, kaya-miskin sama sekali bukan ukuran derajat. Derajat di sisi Allah hanya satu, yaitu ketakwaan.
Mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka yaitu dengan membantu dan menolong mereka, bukan sekedar dekat dengan mereka. Apa yang ada pada kita, kita bagi dan kita berikan kepada mereka karena nanti kita akan diberikan kemudahan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam setiap urusan, dihilangkan kesusahan pada hari Kiamat dan memperoleh ganjaran yang besar.
2. Bersyukur dengan Melihat yang Di Bawah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar senantiasa melihat orang yang berada di bawah kita dalam masalah kehidupan dunia dan mata pencaharian. Tujuannya supaya kita tetap mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.
Tapi kalau berbicara urusan agama, ketaatan, pendekatan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kita seharusnya melihat kepada orang yang berada di atas kita, yaitu para nabi, para sahabat, para syuhada dan orang-orang saleh.
Supaya kita termotivasi untuk meneladani kesungguhan dan kegigihan mereka dalam meningkatkan kualitas ibadah terhadap Allah subhanahu wa ta’ala bahkan berlomba-lomba untuk melakukannya.
3. Menggiatkan Silaturrahmi
Manusia adalah makhluk yang tidak luput dari keterikatan manusia lainnya, jadi silaturahim merupakan ibadah yang amat agung mulia lagi mudah dan memberikan banyak berkah bagi yang melakukannya.
Apalagi perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi saat ini yang tidak bisa jadi alasan kita untuk menyambung tali silaturahim karena tanpa terhalang jarak dan waktu.
Sebab keutamaan silaturahim itu adalah salah satu tanda dan kewajiban iman, mendapatkan rahmat dan kebaikan dari Allah subhanahu wa ta’ala dan salah stau sebab penting masuk surga dan dijauhkan dari api neraka.
4. Melafazhkan Laa hawla wa laa quwwata illa billah
Lafazh “Laa hawla wa laa quwwata illa billah” (Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah) mengingatkan kita kalau sudah semestinya kita meyakini bahwa apa yang kita lakukan semata-mata terjadi karena kehendak Allah subhanahu wa ta’ala.
Tanpa-Nya, kita tidak akan pernah bisa mencapai segala apa yang kita rencanakan dan kita upayakan. Apapun peran dan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manusia, tidak selayaknya ia merasa sombong. Tidak seharusnya ia merasa bahwa apa yang berhasil diraihnya semata-mata adalah murni hasil kerja keras dan jerih payahnya.
Baca juga: Mengupas 7 Wasiat Rasulullah untuk Abu Dzar Al Ghifari
5. Mengatakan Kebenaran
Seringkali manusia, mungkin termasuk kita sendiri, bertemu dengan situasi di mana sulit sekali untuk menyatakan bahwa ini adalah kebenaran dan ini adalah suatu kesalahan.
Latar belakangnya bisa macam-macam: karena rasa sungkan atau rasa segan karena yang sedang kita hadapi adalah orang yang kita hormati atau jabatan atau kedudukannya berada di atas kita. Padahal semestinya, sepahit apapun kebenaran, ia tetap harus diungkap, baik ditujukan kepada diri sendiri maupun orang lain.
6. Menyikapi Segala Sesuatu dengan Baik dan Bijak
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan nabi-nabi sebelumnya pernah mendapat tantangan dan rintangan saat berdakwah. Seperti cibiran, gunjingan, hinaan, celaan sampai rintangan yang bersifat fisik dari mereka yang tidak berkenan melihat dakwah Islam berlangsung dengan baik dan lancar.
Orang-orang yang tidak takut dicela hanya karena mengutarakan suatu kebenaran dari ajaran-Nya merupakan orang yang dicintai oleh-Nya.
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (an-Nahl [16]:25)
7. Tidak Meminta-minta
Meminta-minta adalah sikap yang sama sekali tidak diajarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam serta para Nabi dan Rasul sebelum beliau. Sejak belia, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah bekerja sebagai penggembala dan beranjak dewasa bekerja sebagai pedagang.
Beliau juga sangat menghargai dan menyukai pekerjaan seseorang meskipun hanya menghasilkan upah yang sedikit daripada menengadahkan tangannya kepada orang lain.
Bekerja meskipun hanya pedagang asongan, buruh bangunan atau pekerjaan-pekerjaan lainnya yang menurut pandangan masyarakat kita sebagai pekerjaan yang remeh, itu adalah kebaikan yang besar dibanding mengandalkan hidupnya dari meminta-minta kepada orang lain. (ipw)