Allah menurunkan Al Quran sebagai huda atau petunjuk manusia (lihat QS. al-Baqarah: 2) . Sebagai kalam yang mengajak pada keselamatan, rahmat dan ridha Allah, maka Al Quran menjelaskan berbagai hal tentang perintah dan larangan, haram dan halal dan lain sebagainya yang berguna bagi manusia. Adapun sikap kaum muslimin ketika menerima segala petunjuk Al Quran ini ternyata ada tiga golongan. Demikian yang dijelaskan di dalam Al Quran surat al Fathir:
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (QS. al-Fathir: 32)
Berdasar ayat ini sikap golongan pertama terhadap petunjuk Al Quran adalah orang yang menganiaya diri mereka sendiri, atau di dalam bahasa Al Quran disebut sebagai dhaalimun linafsihi. Mereka berbuat kemaksiatan dan keburukan, meskipun mereka juga berbuat amal kebaikan dan amal ibadah (tafsir Ibnu Katsir). Mereka memperhatikan petunjuk Allah, namun mereka juga tidak mampu menguasai dirinya terhadap nafsu setan. Golongan ini disebut menganiaya diri sendiri karena perbuatan maksiat yang mereka lakukan bisa mengantarkan pada siksa Allah. Atau dengan kata lain mereka melakukan suatu perbuatan buruk yang akibatnya akan kembali pada diri mereka sendiri dengan teraniaya di akhirat. Kecuali jika dia mau bertaubat kepada Allah, mendapat ampunan dan rahmat Allah. Maka kebaikannya akan bisa mengalahkan keburukan, dan berbalik mengantarkannya ke surga.
Baca juga: Tiga Golongan yang Disebut dalam Al Qur’an
Bisa dikatakan bahwa golongan ini adalah yang terbanyak. Karena tabiat manusia yang sulit untuk bisa lepas dari jerat pengaruh setan. Dosa bisa menghampiri di mana saja, di rumah ketika berinteraksi dengan keluarga, di jalan-jalan ketika melihat berlalu lalangnya manusia yang seringkali tidak mengindahkan penjagaan aurat, di tempat kerja, di tempat kuliah dan beragam tempat yang lain. Sungguh, butuh tekat yang kokoh, keteguhan hati, dan perjuangan keras untuk bisa menundukkan nafsu dan meraih naungan rahmat Allah.
Kemudian golongan ke dua adalah golongan pertengahan atau yang disebut muqtashid. Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi kemaksiatan (tafsir al-Muyassar). Meskipun yang mereka laksanakan adalah kewajiban fardhu dan terkadang meninggalkan ibadah sunah. Dan meskipun mereka masih melaksanakan perbuatan makruh (tafsir Ibnu Katsir).
Fokus perbuatan pada golongan ini adalah terhindarnya dari dosa, sehingga orang dari golongan ini berupaya keras tidak membangkang perintah-perintah wajib Allah dan Rasul-Nya. Mereka tidak meremehkan shalat lima waktu, puasa Ramadhan, dan kewajiban membayar zakat. Tapi mereka agak mengabaikan tuntutan-tuntatan sunah, karena beranggapan dengan tidak melaksanakannya toh tidaklah berdosa. Mereka juga seorang pejuang melawan segala nafsu maksiat, karena takut dosa. Mereka jaga matanya dari zina mata. Mereka jaga lidahnya dari perkataan dusta. Namun hanya sebatas itu, sedang untuk perkara makruh yang tidak sampai pada kadar haram terkadang mereka abaikan.
Baca juga: Hukum Membaca Al Qur’an dari Belakang
Kemudian golongan ketiga adalah golongan orang-orang yang mendahulukan kebaikan, atau biasa juga disebut sebagai orang yang suka berlomba-lomba dalam kebaikan. Atau di dalam istilah Al Quran disebut sebagai saabiqun bilkhairaat. Mereka tidak hanya melaksanakan ibadah wajib, tapi juga rakus terhadap ibadah sunah. Ibadah yang seringkali diremehkan manusia. Mereka tidak hanya meninggalkan hal-hal yang haram, tapi juga meninggalkan perbuatan makruh (lihat Tafsir Ibnu Katsir). Mereka bersegera dan bersungguh-sungguh untuk beramal shalih (tafsir al-Muyassar).
Dari ketiga golongan di atas, golongan yang terakhir inilah yang terbaik. Sangat jarang ditemui orang dengan kualitas mewakafkan hidupnya untuk ibadah dan kebaikan seperti ini. Yang ada di benak mereka adalah memanfaatkan waktu sedemikian rupa untuk mencapai ridha Allah tertinggi. Nabi Muhammad saw jelas berada dalam golongan ini. Begitu juga para shahabat yang bersemangat luar biasa mencurahkan waktu, harta, bahkan jiwa untuk perjuangan agama. Demikian juga para ulama madhab, para mufassir, yang rela tidur sebentar dalam sehari semalam demi ilmu dan dakwah insya Allah juga termasuk dalam golongan ini.
Tentunya mereka inilah orang yang layak untuk kita contoh. Meskipun berat. Meskipun sulit. Meskipun harus ‘berdarah-darah’. Karena golongan ketiga inilah golongan yang istimewa. Dengan balasan hadiah besar berupa kedekatan dengan Allah dan mendapat nikmat surga.
Allahu a’lam bisshawab.{}