Kita tentu pernah mendengar atau membaca ungkapan “Belajar di waktu muda bagai mengukir di atas batu. Belajar di waktu tua bagai melukis di atas air.” Ungkapan ini menjadi motivasi bagi para generasi muda untuk semangat belajar dan menuntut ilmu. Tapi, bagi orang yang sudah berusia senja, menuntut ilmu juga tidak kalah pentingnya. Meski butuh usaha lebih dalam memahami keilmuan apa yang didapat.
Seperti halnya belajar membaca Al Qur’an. TIdak ada kata terlambat untuk belajar Al Qur’an. Allah menjanjikan bagi hamba-Nya yang mendalami Al Qur’an akan dibersamakan dengan para malaikat salih. Seperti sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Orang yang membaca Al Qur’an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. ”(Hadits Muttafaq ‘Alaih).
Bagi meeka yang berusia senja, mungkin ada yang beralasan, bahwa sudah terlambat dalam belajar. Masa-masa keemasan sudah lewat. Sudah terlalu tua untuk dapat mengingat ayat-ayat Al Qur’an dengan baik. Lidah sudah terlalu kaku untuk dapat melafalkan huruf dengan fasih.
Baca juga: Bolehkah Imam Shalat Membaca Al Qur’an dengan Cepat?
Padahal tahukah kita, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mulai menghafal Al Qur’an di usia 41 tahun? Tahukah kita bahwa rata-rata usia para sahabat ketika mulai belajar Al Qur’an adalah 30 tahun? Di antara mereka bahkan ada yang mantan pemaksiat, sementara mereka juga adalah kaum buta huruf? Allah lah yang telah menutup dosa-dosa mereka dengan maghfiroh-Nya. Kemuliaan dan keberkahan akan lahir berkat perjuangan mereka sendiri. Allah berfirman, “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka mau merubah diri mereka sendiri.”
Ketahuilah bahwa nilai membaca Al Qur’an, menghafal dan memahaminya adalah sama di hadapan Allah. Membaca adalah kunci pembuka menuju pemahaman. Dan pemahaman akan meyakinkan kita tentang keharusan menghafal Al Qur’an.
Untuk lebih dekat dengan Al Qur’an kuncinya adalah niat. Selain niat, yang perlu diperbaiki adalah hati. Jika hati baik, maka baik yang lainnya. Jika hati rusak, maka rusak seluruhnya. Di antara penyebab kerusakan hati adalah apa yang diungkapkan oleh Rasulullah, “Seseorang yang tak ada sedikitpun Al Qur’an dalam hatinya seperti rumah yang rusak”. Wallahu a’lam.(nis)