Inilah Etika Bekerja dalam Islam yang Wajib Diketahui

Bekerja, selain merupakan cara manusia untuk mencari rezeki guna ‘menyambung hidup’, juga merupakan suatu bentuk ibadah. Dalam bekerja, seorang muslim tak bisa sembarangan. Ada beberapa kaidah yang harus dipatuhi agar pekerjaan yang kita lakukan mendatangkan keberkahan dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

Niat Ikhlas karena Allah

Tidak hanya ibadah yang harus diniatkan semata-mata karena mengharap ridha dari Allah. Bekerja juga harus meluruskan niat yang hanya boleh ditujukan semata-mata untuk ridha Allah.

Bekerja tidak melulu soal mencari uang dan keuntungan, tapi lebih daripada itu, bekerja adalah kewajiban seorang manusia kepada Allah untuk mencari nafkah, serta untuk menunaikan kewajiban-kewajiban Islam yang lainnya, seperti zakat, infak dan shodaqah.

Baca juga: Menghitung Hari Baik, Tradisi Siapakah?

Bertanggungjawab dan Sungguh-Sungguh (Itqon)

Bekerja adalah mengemban nilai tanggungjawab. Sebagai muslim, kita tidak boleh bekerja secara ‘Cuma-Cuma’. Artinya, kita diwajibkan bekerja secara totalitas. Karena dari sini terlihat seberapa profesional kita dalam melakukan pekerjaan. Esensi dari bekerja adalah bagaimana kita memenuhi kewajiban-kewajiban kita dalam pekerjaan yang kita lakukan seperti kehadiran yang tepat pada waktunya, menyelesaikan dan menuntaskan pekerjaan yang kita tanggung, tidak menunda-nunda terlebih mengabaikan pekerjaan yang kita tanggung.

Sebuah hadits diriwayatkan oleh Aisyah mengenai hal ini, bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, dia itqan (baca ; menyempurnakan) pekerjaannya.“ (HR. Thabrani).

Tetap Memegang Teguh Prinsip-Prinsip Syariah

Kita tidak diperbolehkan melepas prinsip-prinsip syar’i demi mendapatkan rezeki. Selain menjaga etika atau akhlak, seroang muslim juga wajib untuk tetap memegang teguh prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang digelutinya. Semakin pesatnya kemajuan jaman, prinsip-prinsip syarah dalam bekerja memang akan semakin sulit karena berkaitan dengan kemajuan, keuntungan dan penghasilan lebih dari pekerjaan yang kita lakukan namun hal ini menjadi tantangan bagi iman seorang pekerja supaya senantiasa meningkatkan keimanan dan mempertahankan kehalalan suatu pekerjaan serta meninggalkan hal-hal yang haram. Prinsip syariah ini terbagi menjadi beberapa kelompok.

Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti dengan tidak memporduksi barang yang haram, tidak menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi dan permusuhan), riba, risywah dan lainnya.

Kedua, dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti menutup aurat, menjaga pandangan, menghindari ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, dan lainnya.

Baca juga: Memakai Mukena Warna-Warni, Bolehkah?
Menghindari Syubhat

Syubhat adalah sesuatu yang kehalalan dan keharamannya masih diragukan dan bersifat samar.  Sebuah hadis mengisahkan tentang syubhat, bahwa Rasulullah bersabda, “Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan…” (HR. Muslim)

Oleh karenanya apabila hendak melamar atau menerima suatu pekerjaa, lebih baik kita mencari tahu lebih dahulu. Sebagai muslim, kita harus mencari kebenaran dan yakin bahwa pekerjaan yang akan kita lakukan adalah pekerjaan yang halal. Karena sejatinya, ada beberapa pekerjaan yang ia masih samar-samar tentang halal-haramnya. Tugas kita, berupaya menghindarinya dan mencari yang pasti halalnya.

Allah Maha Kaya. Sebagai muslim, kita tidak diperkenankan abai terhadap kaidah-kaidah syar’i demi pekerjaan. Allah lah maha pemberi rezeki. Insyaa Allah, jika kita bekerja dengan memperhatikan prinsip-prinsip syar’i, maka tak hanya rezeki yang kita dapatkan, namun juga keberkahan. Wallahu a’lam. (Din)

Share your love

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Konsultasi via Whatsapp