Allah senantiasa menyayangi hambaNya. Terkadang Allah mewujudkannya dalam bentuk rezeki yang Ia berikan. Atau sebaliknya, Allah mewujudkannya dalam bentuk ujian. Namun kita selaku hamba Allah tak selalu memahami bahwa kasih sayang Allah begitu besar kepada kita. Justru, terkadang kita membenci dan menghujat Allah atas apa yang menimpa diri kita. Naudzubillah. Agar kita tak melewati batas, mari kita identifikasi tanda-tanda bahwa ternyata kita tidak mencintai Allah.
Pikiran dan Hati Kita Tak Selalu Mengingat Allah
Tanda bahwa orang tidak mencintai Allah adalah ia tak pernah mengingat Allah dalam setiap aktivitas sehari-hari. Ia terus sibuk mengerjakan urusan duniawi, hingga lalai dengan ibadah sebagai kewajibannya pada Allah. Hidup dan hatinya tak pernah tenang dan puas, karena ia tak pernah mendekatkan diri dengan sang pencipta.
Sedangkan orang yang mencintai Allah akan senantiasa ingin menjalin komunikasi dengan Allah, baik melalui doa ataupun sholat. Orang yang mencintai Allah, maka ia senantiasa berdzikir dengan lisan dan hatinya. Maka, hatinya pun diselimuti kedamaian, sesuai dengan firman Allah, “…Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. Ar-Ra’du: 28).
Baca juga: Tabung Pahala dengan Bersedekah
Al-Qur’an Tak Pernah Disentuh
Orang yang mencintai Allah akan senantiasa membaca Al-Qur’an. Tak hanya membacanya, namun ia juga suka mendengarkan lantunan ayat Al-Qur’an. Serta menerapkan ajaran Al-Qur’an. Sehingga tutur kata dan perangainya mencerminkan sifat Islami. Allah berfirman:
“Katakanlah, ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Q.S Al-Imran (3) :31).
Sebagian di antara orang salaf berkata, “Saya sudah mendapatkan kelezatan munajat dan aku tekun membaca Al Qur’an. Suatu kali aku tidak membacanya. Dalam tidur aku bermimpi ada yang berkata kepadaku, “Jika kamu mencintai-Ku, lalu mengapa kamu menghindari Kitab-Ku? Apakah kamu tidak memperhatikan isinya, tentang teguran-Ku yang halus?’”
Sedangkan orang yang tidak mencintai Allah, perbuatannya tak mencerminkan isi ajaran Al-Qur’an. Ia tak pernah mengkaji isi al-qur’an sebagai petunjuk hidup di dunia dan akhirat. Ia tak memiliki sumber ketenangan yang hakiki. Masalah yang ia hadapi diselesaikan bukan dengan cara yang disyariatkan Islam. Contohnya, ketika ia memiliki masalah konflik dengan saudara, ia hadapi dengan kekerasan, padahal Islam mengajarkan tabayyun dan musyawarah untuk menyikapinya.
Sibuk dengan Urusan Duniawi
Lalai dengan urusan akhirat adalah salah satu tanda seseorang tidak mencintai Allah. Ia lalai dengan bekal yang harus disiapkan untuk akhiratnya kelak. Ibadah ditinggalkan, prinsip-prinsip syariat dalam bekerja diabaikan. Orang yang seperti ini tak mencerminkan kecintaannya pada Allah.
Mengutip dari muslim.or.id, salah seorang ulama salaf berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini.” maka ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?” Ulama ini menjawab, “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.” (dipetik dari Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Igaatsatul lahfaan).
Tak Pernah Mengasingkan Diri untuk Bermunajat dan Beribadah Kepada Allah
Orang yang mencintai Allah akan senantiasa meluangkan waktunya untuk ‘bermesraan’ dengan Allah, baik di sepertiga malam, ataupun di luar itu. Ia akan menyingkirkan hal-hal yang mengganggu waktu bermunajatnya dengan Allah. Orang yang mencintai Allah selalu rindu untuk mengadu dengan Allah. Ibadah pun menjadi mudah baginya. Seorang wali berkata: “Selama 30 tahun pertama saya menjalankan ibadah malamku dengan sudah payah, tetapi tiga puluh tahun kemudian hal itu telah menjadi suatu kesenangan bagiku.” Jika kecintaan kepada Allah sudah sempurna, maka tak ada kebahagiaan yang bisa menandingi kebahagiaan beribadah.
Sebaliknya, orang yang tidak mencintai Allah akan enggan untuk bermunajat kepada Allah. Ia diliputi rasa malas dan enggan untuk berlomba-lomba menjemput Ridho Allah.
Baca juga: Dialog antara Penduduk Surga dan Neraka (Tafsir Qur’an Surat Ash-Shaffat: 51-60)
Tak Mencintai Saudara Sesama Muslim
Bukti bahwa kita mencintai Allah adalah kita senantiasa memelihara iman. Belum sempurna iman seseorang apabila ia belum mencintai saudaranya. Sebagaimana hadist berikut, “Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri” (HR. Bukhâri dan Muslim). Orang yang mencintai Allah akan senantiasa menjaga hubungan habluminallah (hubungan dengan Allah) dan habluminannaas.(hubungan dengan manusia). Bahkan Allah melarang kita untuk menyakiti saudara kita, sebagaimana Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (Q.S Al-Ahzab (33): 58)
Berbeda halnya dengan orang yang tidak mencintai Allah, ia enggan menyayangi dan membantu saudaranya sesama muslim (tidak memiliki rasa empati). Enggan mengulurkan tangan untuk membantu saudaranya dalam kesusahan. Ia hanya memikirkan tentang dirinya, dunianya, dan kebahagiaannya. Ia menjadi apatis dengan lingkungan sekitar
Tanda Paling Jelas, Ia Menyekutukan Allah
Orang yang mencintai Allah tidak akan berani untuk menyekutukannya atau menduakannya. Menyekutukan Allah banyak jenisnya, baik itu menyekutukannya dengan makhluk lain, benda, atau roh dan sejenisnya. Allah mengancam keras berupa sisa yang amat pedih kepada hamba yang menyekutukanNya. Hal ini tertuang sebagaimana firman Allah dalam surat berikut,
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Dan seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Q.S Al-Baqarah (2): 165).
Allah memiliki sifat ar-rahman dan ar-rahim, kasih sayangnya begitu besar dan dalam kepada hambaNya. Bahkan, Allah senantiasa membukakan pintu maaf dan taubat kepada hambaNya. Allah memberikan ujian agar hambaNya menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga kita senantiasa mampu menjadikan diri pandai bersyukur dan mencintai sang pencipta. (Din)