Ketentuan denda kini menjadi hal yang lumrah. Salah satunya terjadi dalam pembayaran rekening listrik dan telpon. Namun apakah hal yang demikian termasuk riba?
Ustadz Ammi Nur Baits menjawabnya. “Denda keterlambatan dalam transaksi berbasis utang, apapun bentuknya, termasuk riba. Seperti denda pada kartu kredit atau utang piutang pada umumnya,” jelasnya dalam laman konsultasisyariah.
Majma’ al-Fiqh al-Islami dalam muktamarnya ke-12 di Riyadh th. 1421 H, membahas tentang as-Syarthul Jaza’i (ketentuan adanya denda bagi pihak menyalahi kesepakatan), menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya,
Baca juga: Meminta Maaf itu Mudah dan Indah
Boleh menetapkan ketentuan ada denda dalam semua akad terkait harta, selain akad yang tanggung jawab aslinya berbasis transaksi utang piutang. Karena ini jelas ribanya. (keputusan no. 4).
Untuk listrik, telpon dan air yang pra-bayar, setelah pemakaian 1 bulan, berarti pengguna punya utang ke penyedia layanan untuk membayar senilai harga layanan yang diberikan. Ketika utang ini tidak dibayar saat jatuh tempo, maka adanya denda di situ terhitung riba.
Denda yang Riba adalah yang Termasuk Utang-Piutang
Hal yang tak kalah penting untuk ditekankan adalah dibolehkan ada kesepakatan denda keterlambatan, selama akad yang dilakukan bukan utang piutang.
Untuk semua transaksi pascabayar, dimana konsumen menggunakan dulu, baru bayar seusai pemakaian, termasuk jual beli kredit. Objek diterima konsumen, baru dibayar belakangan. Ini berlaku, baik untuk objek barang maupun jasa.
Baca juga: Islam Ajarkan Hal Ini dalam Menyikapi Orangtua yang Tak Beribadah
Dan dalam akad kredit, jika konsumen dibebani kenaikan harga, karena tidak bisa membayar tepat pada saat jatuh tempo, maka termasuk bentuk riba.
Di sisi lain, ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc mengatakan bahwa tambahan biaya jika pelunasan terlambat termasuk yang dilarang. “Jika seseorang membeli barang dengan pembayaran tertunda, maka bentuknya berarti berutang. Dalam berutang ini, pihak kreditor (pemberi pinjaman) tidak boleh memberikan tambahan jika pelunasan itu telat,” jelasnya dalam laman rumaysho.
Kemudian ia menukil fatwa berikut, Majma’ Al-Fiqh Al-Islami pernah mengeluarkan keputusan, “Ketiga: Jika pembeli kredit telat dalam melunasi cicilan sesuai dengan janji yang ditetapkan, maka tidak boleh dikenakan tambahan (denda) dengan syarat sebelumnya atau tanpa syarat. Karena denda dalam hal ini termasuk riba yang diharamkan.” (Dinukil dari Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 101384). (Din)